Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Kehidupan Sosial’ Category

Dari mana nama Dusun Sompok berasal masih menjadi misteri. Tidak ada seorang pun yang tahu pasti sejarahnya. Ada beberapa pendapat tentang asal usul nama Dusun Sompok.

Pendapat pertama berasal dari Bu Guru Heni yang mengajar di SDN Kedungmiri. Beliau berpendapat bahwa kata Sompok berasal dari kata SONG (gua dangkal, tidak terlalu dalam) dan kata POK (nama gunung di Sompok yang berada di atas rumah Lik Sithu). Agar mudah mengucapkannya, maka warga menyebutnya dengan kata SOMPOK.

Pendapat kedua dari Pak Sudarsono, salah satu tokoh masyarakat di Sompok. Beliau mengatakan kalau Sompok dibangun oleh seorang panglima perang Pangeran Mangkubumi yang melarikan diri ketika perang dengan Susuhunan Pakubuwono III yang dibantu Belanda. Ia adalah orang Cina yang bernama asli Ceng Som Phok, bergelar KMT Rajekwesi. Kemudian sesampainya di sebuah tanah kosong (oro-oro) yang tandus, bersama prajuritnya membangun sebuah perdikan, yang di kemudian hari masyarakatnya menyebut perdikan ini dengan Sompok. Nama Sompok merupakan sebutan lidah Jawa dari kata Cheng Som Phok. Mbah Rajekwesi di makamkan di Siti Wangi Kuburan Sompok Wetan. Nah silahkan ziarahi makamnya.

Pendapat yang ketiga belum jelas siapa yang mengemukakannya. Berdasarkan pendapat ketiga ini kata Sompok berasal dari kata sumpek, karena wilayah ini dikelilingi oleh pegunungan dan perbukitan di sisi barat, timur, utara, dan selatan. Apalagi dari dulu penduduknya sangat pada sehingga menjadi sumpek. Kemudian penduduknya menyebutnya dengan nama Sompok.

Nah, mana pendapat yang benar? Tentu saja membutuhkan penelitian lebih lanjut. Atau adakah pendapat lainnya? Silakan berikan komentar.

Sumber: Grup Facebook “Warga Sompok Imogiri”

Read Full Post »

Kehidupan Sosial di Sompok

Kehidupan sosial yang akrab dan saling membantu serta gotong royong merupakan ciri khas warga kampung, termasuk di Dusun Sompok. Saat siang hari merupakan saat berkumpul simbok-simbok sekedar melepas lelah setelah dari pagi bekerja di sawah atau ladang. Ngobrol hal-hal aktual, tentu saja tentang kejadian di sekitar bukan hal-hal aktual tentang politik atau hukum. Sambil petan (mencari kutu di rambut, padahal tidak ada) dan mencari wan (rambut putih). Kegiatan ini sering disebut ngisis, mencari angin karena udara yang panas. Biasanya duduk-duduk di bawah pohon yang rimbun atau di teras rumah salah satu warga.

Apabila ada salah satu warga yang sakit, maka berbondong-bondong mereka akan menengok. Tidak hanya menengok, mereka juga mengumpulkan iuran uang untuk membantu berobat. Bila masih keluarga, tidak lupa membawa oleh-oleh. Pun demikian saat ada tetangga yang meninggal, bahkan warga satu dusun akan tumpek bleg di rumah keluarga yang meninggal. Untuk tetangga satu RT dan keluarga tidak lupa membawa beras dan gulo teh. Seakan semua sudah tahu tugasnya masing-masing. Simbok-simbok dan mbak-mbak mengurusi pemandian jenazah, memasak, merangkai bunga, among tamu, dan lain-lain. Bapak-bapak mengurusi tempat duka agar bisa menampung tamu yang banyak, mengkafani, menyolatkan, membuat liang lahat, among tamu, dan lain-lain. Pemuda bertugas membuat pemberitahuan dan mengantarkan surat lelayu, meladeni tamu, parkir, dan lain-lain.

Ewuh mantenan atau pernikahan dan ewuh-ewuh yang lain selalu melibatkan warga sekitar. Mereka pun seakan sudah tahu pekerjaan masing-masing, tidak perlu rapat membahas pembagian tugas. Simbok-simbok dan mbak-mbak bertugas memasak dan mengantarkan punjungan (nasi dan teman-temannya yang diantar ke tetangga atau kerabat). Bapak-bapak bertugas memasak air, menyiapkan tempat, ulem-ulem (undangan), dan kenduren (kenduri). Semua pun kompak, saling bekerja sama.

Ketika salah satu warga sedang membangun rumah atau ndandani omah, bapak-bapak dan mas-mas di sekitar akan bergantian membantu tanpa disuruh, walaupun sudah ada tukang dan laden yang mokoki (dibayar). Mereka bekerja tanpa dibayar. Warga yang biasanya tukang menjadi tukang, yang tidak terbiasa di bangunan menjadi laden, dan yang lain menyesuaikan diri dengan pekerjaan lainnya.

Bekerja bakti membersihkan kampung atau memperbaiki jembatan, membersihkan makam, dan lain-lain dilakukan bersama-sama. Tidak lupa simbok-simbok menyediakan camilan dan minuman.

Sungguh kehidupan yang menyenangkan dan mendamaikan. Apakah bisa ditiru oleh pejabat-pejabat kita?

Read Full Post »